Maaf
Mungkin satu kata yang harus aku ucapkan padamu. Aku tak tau apa yang kau inginkan tapi Ku harap kita masih bisa berteman. Meski aku tau kau tak menginginkannya. Tolong jangan membuat permusuhan ataupun memperdingin keadaan. Bisakah kau bersikap biasa saja seperti biasanya?
Aku tak tau apa maksudmu melakukan ini semua padaku
Masih ingatkah kamu pertama kali kita bertemu di alun alun saat rapat untuk kebumen campus expo. Kau terlihat biasa olehku aku mencoba menghargaimu sebagai kakak angkatan tak sedikitpun terbayang akan menjadi dekat denganmu. Esoknya kau menelponku hari itu saat kita belum tau satu sama lain. ku yakin kau juga tak tau aku saat itu. Aku juga tak tau siapa yang berbicara denganku pada saat itu.
Hari berganti dan kita bertemu di smp7 dalam try out. Kita bersama dengan yang lain menjadi pengawas. Aku mesih ingat saat itu kkau mengirim sms “ngantuk” dan akupun tak meresponnya karena aku masih merasa biasa denganmu aku pikir pasti kamu mengirim sms seperti itu ke yang lain juga. Tapi entahlah aku tak mengerti dirimu sampai sekarang. Waktu berjalan kita mengoreksi hasil try out dengan sedikit males malesan tapi saat patria bersemangat aku melihat ada pandangan yang lain diwajahmu. Pandangan kagum dan pandangan suka. Tapi kembali itu hanya pikiranku yang tak tau kebenarannya.
Setelah itu hari berlanjut dan kamu sering menyapaku lewat sms “lagi apa dik”. Itu sms yang sering kau kirim. Tapi apa yang kurasa masih terlalu aneh apakah kau ini orang yang serius ataukan membosankan. Semua smsmu sangatlah pendek dan tak membuatku tertarik. Tapi aku mencoba untuk menghormatimu selalu mebalasnya dan berfikir itu mungkin karaktermu.
Suatu hari saat aku berangkat ke semarang bersama ibuku kau menelfonku. Kau bertanya “kamu mau jadi temen deketku?”. Tanpa berpikir aku jawab mau karena memang apa salahnya dengan teman dekat. Tapi entah sedekat apakah yang kau maksud aku tak tau.
Tiga kali kau mengajakku keluar. Hmmm pertama ke masjid agung, kedua kamu mengajku nemenin makan dan terakhir nemenin nyari bahan buat tugasmu. Banyak yang aku herankan dari sikapmu. Kamu sering menanyakan patria tapi kamu juga menggenggam tanganku. Aku bingung apa yang kau inginkan. Aku hampir gila waktu itu. Apakah ini semua hanya bayanganku saja kenapa aku terima semua ini dengan santai dan tetap di sampingmu walaupun aku tau kau memilih yang lain. Aku mencoba meyakinkan hatiku bahwa “kita adalah teman dekat” seperti yang kau minta. Kamu mau dekat dengan siapapun itu hakmu.
Aku terus mencoba bersikap biasa ke kamu. Aku mencoba untuk lebih mengenalmu tapi apa yang ku harapkan jauh dari kenyataan. Kau “pembohong besar”. Memang nggak bisa disimpulkan secepat itu tapi. Apa yang kau bilang tentang acountmu yang rusak? Itu cukup bagiku untuk menjadi bukti. Namun entahlah mungkin kau punya alasan kenapa kau melakuakannya. Dan bodohnya aku, aku masih mencoba percaya kamu aku masih menganggapmu teman.
Hal yang paling parah dari kebodohanku adalah bilang “ya” saat kau tanya “maukah jadi pacarku?”.
Aku pengen ketawa juga kalau mengingat hal ini. Kaya orang gila. Nyatain cinta nggak tau waktu. Aku sedang nonton basket teriak-teriak nggak fokus. Aku dah tau kalau ini Cuma “candaanmu yang bodoh”. Bilang “ya” aja biar selesai dan aku pikir nggak buruk menjadikannmu pacar. Pengen tau seberapa jauh kau membohongiku. Aku masih berpura-pura tak tau apapun waktu itu.
Dan akhirnnya kau mengakui kebodohanmu membatalkan omonganmu. Dan menjilatnya lagi seperti kucing yang memakan kembali muntahannya. Aku bisa tertawa lepas waktu itu. Aku tau dugaanku benar. kau tak lebih dari orang tak berguna.
Setelah itu apakah kau punya rasa bersalah sama sekali? Hmm nggak. Kamu tetep sms aku telpon aku. Aku biasa aja nanggepinnya dah nggak da lagi rasa hormat atau simpati. Yang pengen aku tau hanya seberapa jauh lagi kau melakukan kebohongan.
Saat makrab mungkin itu terkhir kali aku melihatmu sebagai teman. Sadarkah kau? Kau secara tidak langsung menghancurkan reputasiku. Apakah kau tau apa yang dikata semua orang saat itu? Aku rasa kau tak tau. Hmmm untuk bagian ini aku tak sanggup menuliskan. Tapi selain itu kamu juga menghancurkan repotasimu sendiri. “dasar gila tuh orang!! semua cewek dideketin. Playboy cap sandal jepit!!!!” . aku mendengar itu dari mulut seseorang yang sedang memandangmu bersama evita. Jujur aku sakit kecewa dan marah. Kau yang memintaku untuk menjadi teman dekatmu tapi kau mengahncurkannya sendiri. Maaf aku tak bisa membela teman yang salah. Aku hanya berharap kau sadar dan jangan mengulanginya setidaknya dihadapanku.
Aku harap suatu saat kita masih bisa meneruskan pertemanan kita setelah kau menjadi lebih baik.
Mungkin sejak awal kau membaca ini. Kau akan tertawa dan menganggapku lebai. Itu hakmu Tuhan tau siapa yang bersalah. Dan ini bukan alibi atau bentuk pembelaanku semata. Aku hanya mencoba membuatmu menyadarinya. Saat ibumu, atau saudara perempuanmu disakiti, diperlakukan seperti ini kira kira apa yang akan kau lakukan?